Kamis, 31 Maret 2016

HIDUP dan MATI (14)

HIDUP dan MATI

Chapter 14

“suatu kondisi ketika kita kehilangan seseorang, itu bukanlah menjadi hal yang mudah untuk di lalui. Butuh keteguhan hati, dan merelakan kepergiannya. Ketika kau tak memiliki itu, maka kau tak akan mampu bertahan hingga saat ini, nak. Ayahmu pergi dengan menyisakan bekas-bekas coretan indah di hati. Mungkin raganya sudah mustahil bagi ku, maupun kau kinan, namun kita harus memastikan bahwa ayahmu masih hidup di balik tulang rusukmu, di dalam hatimu, mengisi lubang-lubang hatimu. Tak hanya itu, sebelum ayahmu pergi, beliau menitipkan gedung tinggi ini kepada ku, nak kinan. Andakan saja bisa, aku akan memeluk dan mendekapnya, sambil berucap TERIMAKASIH atas kepercayaan mu yang kau berikan.”

Entah, mungkin, orang tua itu tak menyadari bahwa matanya berkaca-kaca, yang kemudian meneteskan air, mengalir membasuh pipinya dan terbang menyatu dengan udara. Namun berbeda dengam kinan, ia sedari tadi telah berusaha mengeringkan pipinya yang basah akibat ia tak mampu lagi membendung air matanya. Pasti sangat sulit bagi kinan saat saat mendengarkan cerita-cerita tentang ayahnya.

Anto, mawar, maupun sidra, meski mereka belum begitu paham, mereka telah lebih dulu menuangkan perasaan mereka dengan air mata.

“Kedermawanan ayahmu, telah banyak membantu orang tua ini, nak. Bukan hanya aku, tapi juga orang-orang yang memang pantas untuk di bantu. Harta yang ditinggalkan untukmu, itu agar kau dapat melangsungkan hidup bahagia dan tentram. Namun, jika aku lihat, itu tak dapat membuat mu bahagia, nak. Tapi, orang tua ini sungguh tidak tahu apa yang dapat membuatmu bahagia, nak. Maka dari itu, biarkanlah orang tua ini membantumu untuk meraih kebahagian yang sesungguhnya.”

“kakek..” kinan bergumam.
“kau benar-benar dapat mengerti apa yang aku rasakan, dan, apa yang kau katakan bahwa harta itu tak dapat membuat ku bahagia. Yah.. bahagia yang sesungguhnya.”
“hei, jangan panggil aku  kakek, aku tak begitu tua seperti apa yang kau lihat.” Orang tau itu tersenyum, sambil menggaruk kepala bagian belakangnya yang sama sekali tak terasa gatal.

“kalau begitu, mulai besok, kau datanglah kemari untuk mengurus perkuliahan pertama mu secara adminisratif. Segala sesuatunya aku yang akan biayai. Aku yakin, kau sudah banyak melalui kenyataan pahit kehidupan. Kau juga telah banyak belajar soal kehidupan. Sekarang, kau akan belajar salah satu bidang yang kau senangi, dan itu akan menjadi bekal bagi mu untuk meraih kebahagiaan yang sesunggunnya menurutmu, nak.”

“Tidak kek, aku tidak bisa. Aku tidak mungkin meninggalkan anto.” Kinan mencoba menolak.
“kalau begitu, panggillah anto. Ajak dia bersamamu. Orang tua itu tak mau kalah..
“apa kau serius, kek?” seketika raut wajah kinan yang tadinya layu, kini terlihat cerah.

1 komentar: