Rabu, 30 Maret 2016

HIDUP dan MATI(13)

HIDUP dan MATI

Chapter 13

“Hei, nak. Kau harus mengingatnya, Bahwa yang membuat mu bertahan hingga saati ini bukanlah fisik mu, sama sekali bukan, nak. Jika kau menganggap bahwa kau bertahan hingga saat ini dalam melalui kehidupan keras mu adalah fisikmu, maka sungguh kau telah keliru. Kau coba lihat disudut-sudut kota sana, mereka yang telah menjadi tua, dalam melalui kehidupannya hingga saat ini mencapai masa tuanya, mereka meyakini bahwa bukanlah fisik mereka yang menunjang itu. Kau tahu, hati. Yah.. hati mereka yang membuat mereka bertahan hingga saat ini. Hati yang kuat, hati yang di selimuti lapisan baja, hati yang dipagari pagar berduri, dan hati yang tulus.”

Kinan hanya terdiam, memandang hamparan bangunan-bangunan kota tempat beribu manusia menetap untuk bertahan. Anto, mawar, juga sidra pun sama. Terdiam. Entah apa yang mereka pikirkan setelah mendengar apa yang di katakan oleh orang tua itu. Jelas sekali, apa yang orang tua itu katakan, bukan semata-mata hanya untuk kinan. Usia Mereka ber-empat masing-masing hanya berpaut 1-2 tahun saja. Orang tua itu, benar-benar tahu harus mengatakan apa di depan kinan. Orang tua yang memimpin gedung tertinggi di kota ini dan bangunan-bangunan di bawahnya, tempat di mana para pelajar yang menyebut diri mereka “MAHA”. Yah, “MAHASISWA”.

“Dulu, berpuluh-puluh tahun yang lalu, sebelum kau menapakkan kaki di muka bumi ini, aku dan ayah(angkat) mu adalah adalah partner bisnis, dan juga kami memang sudah seperti saudara. Namun, sungguh aku tak bisa berbuat apa-apa, saat ayah mu telah terbujur kaku, kulitnya memucat, wajahnya seakan bersinar.”

Kinan masih saja terdiam. Namun kali ini wajahnya seakan layu. Entah apa yamg ia pikirkan setelah mendengar cerita singkat orang tua itu.

Anto, mawar, juga sidra. Saling tatap satu sama lain.
“semasa hidupnya, ayahmu begitu dermawan. Ia tak pernah gentar dalam mengambil keputusan. Tentunya, setiap keputusan ujung-ujungnya pasti ada resiko, dan tak lepas dari resiko yang dapat membunuh sang algojo.” Orang tua itu melanjutkan ceritanya.

Ia kembali menatap senja di ujung kota, yang sebelumnya orang tua itu hanya tertunduk letih.

4 komentar:

  1. Nantinya akan menjadi pengganti ortu yang telah pergi?

    Kinan, kau harus bermental baja. Heheh

    BalasHapus
  2. Nantinya akan menjadi pengganti ortu yang telah pergi?

    Kinan, kau harus bermental baja. Heheh

    BalasHapus