Senin, 16 Mei 2016

HIDUP & MATI (25)

HIDUP dan MATI

Chapter 25

Hening. Ruangan itu hening. Kinan tak ingin berkomentar apapun, sebelum cerita si laki-laki yang mengaku sebagai ayanhnya, alias saudara kembar ayah(kandung)nya selesai. Laki-laki yang duduk di kursi pimpinan itu, menjeda ceritanya. Yang kemudian mengelambil kesempatan untuk menyeruput teh hangat di atas mejanya dan ia mencoba mengefektifkan otaknya untuk mengingat kembali masa lalu.
Dengan menikmati teh hangat, hatinya bergumam “anak ini. ia benar-benar memaksa ku untuk bernostalgia, dan itu sangat menyebalkan bagiku!"

Kinan terlihat begitu gelisah menunggu si laki-laki di hadapannya itu kembali melanjutkan ceritanya. Karna tak ingin waktunya terbuang sia-sia untuk menunggu, kinan mencoba membayangkan suasana dan kebenaran yang baru saja ia ketahui.

“Hei, nak? Apa yang kau pikirkan, jangan melamun seperti itu” laki-laki itu seketika membuyarkan lamunan si anak muda yang secara sistem kekeluargan adalah keponakannya. kinan seakan tak peduli. Ia hanya melirik tajam pamannya.

“Baiklah. Aku mengerti apa yang sedang kau pikirkan saat ini, nak. Jadi... beberapa puluh tahun yang lalu, aku dan ayah(angkat) mu yang sangat dermawan itu, boleh di kata, kami lah orang terkaya di kota ini. Tak puas dengan itu, kami pun mendirikan gedung-gedung pencakar langit, yang satu persatu berdiri menjulang tinggi menusuk langit dan menggapai awan

Segala kenikmatan dunia yang kami dapatkan, berkat kecerdasan dan keberanian ayah(angkat) mu. Ia begitu lihai dalam bidang bisnis. Ayah mu terus menerus menanam bibit-bibit unggul(investasi) di tanah yang subur. Yang kemudian, kami tinggal hanya menyiraminya dan bersabar, agar tanaman itu  tumbuh lebat dan memuaskan. Kemampuan ayah mu dalam berinvestasi, sungguh membuat orang-orang tercengang. Seiringan dengan waktu yang terus berjalan dan yang sama sekali tak kenal kompromi, usaha kami mengalir dan tak ada putus-putusnya. Bagikan derasnya sungai.

Sebagian besar pengusaha sukses yang bermandikan uang, atau dapat pula di sebut sebagai orang kaya di negri ini, berpura pura buta, tuli, membisu dan bodoh! Mereka tak tahu diri. Mereka seakan tak mengetahui bahwa, banyak orang di luar sana yang sangat membutuhkannya. Namun mereka tak peduli sama sekali. Mereka telah benar-benar di butakan oleh uang yang ia dapatkan dengan keringat mereka sendiri. Meraka bahkan menganggap bahwa hanya  mereka sajalah yang berdiri di muka bumi ini. Di balik semua itu, sebenarnya mereka hanyalah seoggok daging busuk yang berjalan dan mengotori bumi ini.

Berbeda dengan ayah mu, ia berbanding terbalik 180° dengan sebagian besar pengusaha yang sombong dan kejam itu. Ayah mu begitu baik. Teramat baik. Ia sungguh tak tega melihat para saudara sebangsa dan setanah airnya yang kurang beruntung kelaparan.

Sejak ayah mu  mendapatkan harta yang sangat melimpah itu, orang-orang yang benar-benar kurang mampu dan pengangguran, dapat bangkit kembali menerjang derasnya ombak kehidupan mereka. Ayah mu berpikir bahwa kekayaan yang ia dapatkan itu bukanlah semata-mata untuk dirinya seorang atau keluarganya sendiri. Ia yakin bahwa harta yang ia miliki saat itu adalah salah satu cara tuhan untuk menguji setiap ummat-Nya.

Di balik itu, ayah mu benar-benar paham tentang kebahagiaan atau kenikmatan dunia. Ia takkan merasa bahagia ketika hanya ia sendiri yang merasakannya. Maka dari itu, ia tak segan-segan berbagi kebahagiaan pada orang yang membutuhkan. Tapi, kau jangan salah sangka dulu, ayah mu seperti itu, bukanlah karna ia mengejar surga ataupun menjauhi neraka. Ia benar-benar ikhlas dan semata-mata untuk Tuhannya yang ia yakini.”

Sementara itu...

Anto dan sidra yang begitu penasaran dengan tingkah kinan yang berubah derastis sejak malam itu, berencana untuk membuntuti kinan kemana pun ia pergi. Namun Mereka sungguh tak bepikir sedikitpun bahwa kinan mendatangi Markas besar yang menjadi pusat berkumpulnya mafia-mafia se-negri ini. Tak banyak orang yang mengetahui tempat itu.

Dengan mata yang terbelalak dan darah yang hampir mendidih, “ H-Hei... apa yang kinan lakukan di tempat itu?” Anto yang begitu terkejut setelah tahu tempat yang kinan tuju, mencoba bertanya pada sidra. Namun, sidra tak kalah terkejutnya dengan Anto. Sidra hanya diam seribu bahasa dan mematung, dengan mulutnya yang sedikit menganga dan matanya yang terbelalak melihat tempat yang kinan tuju.