Kamis, 28 April 2016

HIDUP dan MATI (24)

HIDUP dan MATI

Chapter 24

“Bos, ada seorang anak muda di depan pagar”.

“Siapa dia? Tanyakan apa perlunya”

Kinan yang terjebak dalam pertanyaan-pertanyan besar dalam perjalanan hidupnya, memberanikan diri untuk mendatangi “sarang singa” tanpa di temani siapapun. Kinan tak ingin melibatkan ketiga temannya hanya untuk urusan pribadinya yang di penuhi misteri, dan bisa jadi akan menjadi malapetaka bagi mereka, kinan tak ingin itu terjadi.

“Bos, dia bilang, dia inigin bertemu dengan bos”

“siapa dia?”. Laki-laki yang berusia sekitar 40-an itu, berusaha agat otaknya dapat menjawab pertanyaan hatinya.

Sebelumnya, si bos memang telah menduga, bahwa anak muda yang ia temui pada malam beberapa pekan lalu akan datang menemuinya.
“Biarkan ia masuk, tolong antarkan ke ruangan ku”.

Kinan dengan tenang dan nafasnya yang masih beraturan, berjalan di belakang penjaga yang akan menghantarkannya ke ruangan majikannya. Saat mereka berjalan melewati lorong, kinan begitu terkagum-kagum memandangi lukisan-lukisan langka,dan yang pasti harganya selangit.

Tempat itu tak terlihat seperti “Sarang Singa” yang kinan bayangkan sebelumnya. Tempat itu sungguh berbanding terbalik. Tempat itu lebih terlihat seperti “Hutan Rimba” yang dimana terdapat hewan-hewan buas lainnya, dan bahkan lebih ganas dari pada seekor singa jantan.

Kinan dan si penjaga pun telah tiba di depan ruangan bosnya. Kemudian, tanpa pamit, hanya tersenyum, si penjaga itu langsung saja  kembali ke tempatnya.
Namun, kinan masih saja berdiri di depan pintu. Tiba-tiba ia sedikit gugup, keraguan pun mulai menyerangnya. Namun, Semua itu harusnya tak dapat menungurungkan niatnya untuk menemui laki-laki yang berada di balik pintu di depannya.

Saat Kinan membuka pintu dan mulai melangkah masuk, tiba-tiba matanya melihat sesuatu yang benar-benar tak dapat di percaya. Kinan sungguh terkejut, dan hampir saja ia jantungan.
“Hei, nak. Apa yang kau lakukan hanya berdiri di sana, dan behentilah menatap ku seperti itu. Tatapan mu terlihat di penuh dendam. Duduklah dan kita mulai percakapan kita.

Setelah beberapa menit, menatapi laki-laki di hadapannya itu, kinan mulai beranjak dan duduk dengan nyaman. Mungkin ia lelah.

“Jadi, hal apa yang membawa mu ketempat ku?”. Meskipun si bos tahu bahwa apa yang membuat kinan datang ke tempat ini, ia tetap bertanya dan sekaligus mengawali percakapan meraka.

“Siapa kau sebenarnya?”. Kinan mengabaikan pertanyaan bos itu. Malahan ia berbalik tanpa basa-basi menanyakan pertanyaan inti yang membawanya kemari.

“Ayolah, kau terlihat terbu-buru, santai saja. Nanti kau pasti akan tahu apa yang ingin kau ketahui”. Laki-laki itu mencoba untuk bergurau dan sedikit mendinginkan suasana.

“Kemudian, mengapa di malam itu, kau tak menghajar aku dan teman ku anto? Apa maksudmu hanya menatap ku dan pergi begitu saja tanpa satu hurufpun terucap. Padahal aku sudah mengira bahwa aku dan teman ku akan di buat babak belur oleh mu dan pasukan mu”. Kinan memperjelas pertanyaannya dan memaksanya untuk menjawab.

Kini si laki-laki yang biasa di panggil dengan sebutan bos oleh anak buahnya itu, sejenak terbungkanm dan akan serius menanggapi setiap pertanyaan kinan.

“Baiklah jika kau memaksa. Aku akan bercerita panjang lebar, dan akan ku bawa kau kembali pada masa-masa kelaam mu beberapa tahun lalu. Akan kupastikan kau merasakan hal yang sama ketika memperhatikan ceritaku”.

“Satu dekade belakangan ini, aku dan seorang laki-laki pengusaha besar dan sukses yang di juluki si “Petani Emas” itu adalah partner bisnis ku. Kami berdua begitu akrab. Tentu saja, kami pun punya hubungan keluarga. Ahh.. betul sekali apa yang ka pikirkan. Si “Petani Emas” itu adalah Ayah(angkat) mu. Kemudian, pasti kau saat melihat ku mengira bahwa aku adalah Ayah(kandung) mu yang beberapa tahun lalu telah tiada. Namun itu bukan masalah, aku maklum, karena kau tak pernah tahu bahwa aku adalah saudara kembar Ayah(kandung) mu, dan yang mengetahui itu hanyalah ayah(angkat) mu, ibu(angkat) mu, dan saudara kembar ku sendiri”. Kinan membungkam setelah mendengar ceritanya. Kinan tak tahu apa yang ingin ia katakan. Ia sunggub diam seribu bahasa atau diam tanpa kata.

“Bagaimana? Tentu saja kau masih penasaran dan masih banyak lagi hal yang akan mengejutkanmu. dengan kebenaran-kebenaran yang tersembunyi. Tapi tenang, yang barusan hanyalah sebagai pembuka(pengantar)...”

1 komentar: