Minggu, 03 April 2016

HIDUP dan MATI (16)

HIDUP dan MATI

Chapter 16

Rembulan menggantung anggun di atas kota. Taburan bintang berkelap-kelip. Lampu-lampu yang menyinari tiap bangunan di kota, terlihat seperti gerombolan kunang-kunang yang bersinar dalam gelap, jika di pandangi dari atas puncak gedung ini.

Yah.. puncak gedung tertinggi di kota ini, telah menjadi tempat favorit kinan dan pastinya juga anto.

Beberapa tahun lalu, di tempat ini lah kinan dan ayahnya berdiri memandang senja. Di Puncak gedung ini pula lah kinan dan ayahnya bersama-bersama untuk terkahir kalinya, dan mustahil terulang kembali.

TTTTTT

Sinar mentari kembali membasuh jiwa-jiwa rapuh yang bertebaran. Kebisingan kota pun mulai ramai terdengar.

Dengan baju kaos, celana jeans, dan sendal jepit, kinan juga anto dengan gagah percaya diri, berjalan di tengah keramaian kampus. Beberapa mata yang kebetulan berpapasan dengan mereka, melirik seakan heran, juga di hiasi dengan pandangan mengagumi. Tapi, kinan dan anto tak peduli akan itu, mereka hanya berpikir bahwa mereka berada di tempat ini untuk menuntut Ilmu, bukan untuk pamer dan bergaya.

“hal apa yang kalian rasakan, dalam satu minggu pertama ini, nak? Lalu, bagaimana perkembangan kalian?” Kakek tua yang dulu adalah kerabat karib dari ayah(angkat) kinan, yang kini tengah memimpin perguruan tinggi yang ia bangun berasama ayah(angkat) kinan, melontarkan pertanyaannya kepada kinan dan anto, yang secara khusus di undang langsung olehnya untuk datang ke kantornya.

“Aku sangat terkesan, kek. Banyak wajah baru yang aku jumpai. Banyak orang-orang cerdas yang aku temui. Ketika aku berada dalam kelas untuk pertama kalinya, aku merasa, sangat senang, kek. Pola hidup ku telah berubah haluan. Aku mulai dapat melihat cahaya kebahagiaan di ujung jalan ku, kek. Aku akan berusaha. (Lalu memulai pencarian seseorang yang dapat menjawab pertanyaan besar kehidupan ku).” Kinan, yang lebih dulu menjawab pertanyaan orang tua itu. Namun, tak semua yang ia curahkan. Ia sempat berbicara dalam hati, dan mengobarkan kembali tekadnya.

Kakek itu mengangguk-angguk dengan tersenyum riang setelah mendengar jawaban dari kinan. Itu adalah jawaban yang si kakek tua itu harapkan. Kemudian, si kakek melirik anto sambil tersenyum, menjaga suasana agar tetap nyaman dan rileks. Anto tak perlu di suruh dua kali, lirikan mata kakek yang berada di depannya sudah cukup membuatnya mengerti yang di harapkan si kakek tua yang riang itu.

Namun, belum sempat anto mengucapkan satu katapun dari jawabannya, tiba-tiba mawar, dengan seakan mendobrak pintu,  muncul dengan dengan nafas yang tersengal-sengal.

Wajah orang tua itu, kinan dan anto, seketika berubah menjadi tegang, kaku, dan terpaku, dengan mata yang mebelalak keheranan.

“Hei, mawar. Tenanglah, ada apa?” dengan tenang kinan langsung menanyakannya
“Sidra..”Mawar hanya bergumam, masih berusaha tenang dan menstabilkan nafasnya.

Hening, ruangan itu benar-benar hening. Hanya hembusan nafas mawar yang tersengal. Kinan masih menunggu.

“ sidra...”

“Ada apa dengan, sidra, mawar?” kini giliran anto, menekan mawar agar segara menjawabnya..

6 komentar:

  1. Balasan
    1. Sampai selesai, Mbak. :) makasih telah berkunjung ya, Mbak.

      Hapus
  2. Jawabannya apa tuh, ku tunggu nih jawaban selanjutnya

    Tran Ran

    BalasHapus
  3. Penasaran si sidra kenapa, tuh?

    Dan pertanyaan besar?

    Apa itu? Penasaran,

    BalasHapus