Kamis, 07 April 2016

HIDUP dan MATI (17)


Chapter 17

Susananya begitu menegangkan, juga menyedikan. Tetas air mata membanjiri tiap wajah mereka yang berada disana. Yang dapat mereka lakukan hanyalah menunggu dan berdo’a  agar sidra kembali membuka matanya dan agar sidra di berikan kekuatan untuk melewati masa komanya itu.

Ruang tunggu rumah sakit, hanya dihuni oleh orang-orang terdekat Sidra. Ayah dan ibunya, Kinan, mawar, Maupun Anto.

Mereka benar-benar gelisah. Tak henti-hentinya mereka berdo’a, hingga meneteskan air mata kesidahan, dan ketulusan. Bahkan, Kinan, yang pribadinnya tenang, kalem pun turut gelisah dan terus berdo’a. Tak ada satu pun dari mereka yang menginginkan hal ini terjadi pada Sidra.

Sudah 3 jam waktu berlalu begitu lambat. Hingga saat ini pula masih belum ada informasi tentang perkembangan kondisi Sidra.

Suasana ruang tunggu begitu hening, mengharukan. Mungkin, siapapun yang berada dalam lingkaran ruang tunggu, akan dapat merasakan , atau bahkan turut serta meneteskan air mata.

Rembulan mulai menyinari kegelapan malam. Ya, amat gelap bagi mereka. Bagaimana tidak, cahaya hati mereka kini meredup. Meredup dan terancam tidak akan bersinar kembali untuk selamanya

“Kau mau kemana, kinan?” Anto langsung melontarkan pertanyaannya, tepat saat kinan berdiri dan mulai melangkah.

Tak ada jawaban dari kinan, hanya menoleh sesaat ke arah anto dengan wajahnya yang layu, yang kemudian kembali melangkah.

Anto tak menahannya. Anto benar-benar tahu, mengapa pergi.

1 komentar: