Kamis, 06 Oktober 2016

Kisah satu tahun Lalu

Matahari pagi menerobos lembut melalui celah jendela kamarku. Hangat sinarnya menerpa wajahku, perlahan membuatku tersadar, kemudian tepat saat kedua mataku menangkap samar cahaya mentari yang memenuhi langit kamar, di detik itu jugalah kumerasakan getaran di dada, seperti sesuatu yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Jantungku seolah memompa lebih kencang, membuat tubuhku terbakar api semangat yang membara.

Pukul 08:00, lantai 8 menara IQRA’ Universitas Muhammadiyah Makassar-masih dengan posisinya sebagai  salah satu gedung  yang berdiri gagah, tegap menjulang tinggi, pembukaan DDJM X (Diklat Dasar Jurnalistik Mahasiswa ke-10)  resmi dibuka oleh rektor universitas muhammadiyah Makassar.  Suasana hariku kini terasa berbeda, dimana semua rasa bercampur menjadi satu. Orang-orang hebat bekumpul saling menyapa di seklilingku, mereka lah yang beberapa jam kedepan akan menjadi rivalku. Sungguh awal dari sebuah permulaan yang takkan pernah kulupakan.

Pukul 17:00-rumah adat bone tepatnya di benteng sumba opu, salah satu tempat bersejarah peninggalan zaman Belanda yang menjadi objek wisata di Makassar. Para peserta terlihat sibuk bolak-balik mengangkat berbagai perlengkapan yang akan digunakan selama kegiatan beberapa hari ke depan. Satu jam pertama, para peserta masih bisa bernafas normal, istirahat  dan mengumpulkan energi sebanyak-banyaknya untuk tiga hari yang betul-betul melelahkan. Tepat setelah maghrib, materi pertama pun di mulai. Seluruh peserta terlihat bersemangat dan antusias,  duduk mendengarkan dengan takzim setiap kata yang keluar dari bibir pemateri. Satu materi setelah itu, tepatnya pukul 01:30 dinihari, para peserta kembali beristirahat sesuai instruksi kakak panitia. Hanya tiga jam untuk malam pertama, lalu dilanjutkan dengan bersimpuh menghadap-Nya.

Pagi pertama dengan mata panda, semangat berapi-api masih membara. Wajah-wajah antusias, dan senyum manis para peserta membuat hari ini tidak kalah dengan kemarin. Pukul 05:30, aku dan para peserta lainnya digiring keluar forum, tepatnya di depan rumah adat bone persis seperti kemarin. Kami semua berbaris rapi lalu senam pagi bersama dan dilanjutkan dengan berlari beberapa putaran mengitarI halaman benteng sumba opu.

Pukul 13:00. Waktu yang di tunggu-tunggu akhirnya tiba. Kami duduk berhadap-hadapan berbaris rapi menunggu kakak panitia membawa piring-piring berisi makanan yang datang bagai malaikat penolong bagi kami. Selepas agenda makan siang bersama, materi dilanjutkan seperti biasa dengan pemandangan yang tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Para peserta memperhatikan dengan seksama pemateri yang berkoar-koar, beberapa orang sibuk mencatat apa yang mereka tangkap dari materi yang dibawakan dan yang lainnya masih dengan ekspresi sama, wajah serius mendengarkan dengan takzim.

Setelah itu,  seluruh agenda kegiatan berjalan lancar sesuai rencana hingga tiba malam terakhir, tepatnya pada materi peliputan. Disitulah kami menemukan sekaligus merasakan hal yang berbeda yakni sesuatu yang tidak kami temukan di malam-malam sebelumnya. Kami diberi kesempatan untuk mempraktekkan apa yang telah kami dapatkan selama DDJM X berlangsung.

Dua mobil  angkutan umum yang telah disiapkan oleh kakak-kakak panitia  lansung meluncur kelapangan, tepatnya di kawasan anjungan pantai losari untuk melakukan peliputan. Kami dibagi menjadi empat kelompok reporter. Aku, Hamzar, Riska, Zakia, dan Ayu berada di kelompok tiga. Sebelum seluruh kelompok menyebar untuk mewawancarai para pengunjung, kami diberikan sedikit pengarahan oleh kakak-kakak panitia yang pada saat itu berjumlah enam orang.

Pukul 21:30 kami kembali di forum DDJM X dan langsung berlomba-lomba mempersiapkan segala perkakas untuk menuangkan apa yang kami dapat dari liputan tadi ke dalam sebuah mading. Tiap kelompok bekerja cepat dengan bantuan kakak pendamping yang membimbing kami menyelesaikan tugas kali ini.  Saat mading sudah rampung 60%, tiba-tiba salah seorang stering (senior) datang memecah tiap kesibukan “waktu sisa 15 menit lagi” ujarnya sontak membuat kami semakin mempercepat setiap gerakan, mengeluarkan segenap kemapuan sambil terus berpacu dengan waktu.

Suasana detik-detik terakhir terlihat semakin sibuk, tiap-tiap kelompok makin lincah dan agresif menggunting, menulis sekaligus mewarnai kertas. Sepuluh menit berlalu, kelompok 1, 2, dan 4 berhasil menyelesaikan pekerjaan mereka dengan senyuman juga tawa bahagia, namun tidak dengan kelompokku yang tersisa lima menit lagi untuk kami bekerja sekuat tenaga demi menyelesaikan mading tepat waktu. Yah, walau tak sesuai harapan, kami bersyukur bisa melakukanya dengan semangat dan percaya diri yang kuat, tentunya disertai kerjasama yang hebat hingga akhirnya mading kami selesai tepat ketika stering berteriak “STOP!! lalu para peserta angkat tangan, dan seketika segala gerakan terhenti, menyisahkan  senyap juga deru nafas yang beradu.

Pukul 00:00, kakak panitia menginstruksikan untuk segera beristirahat, agar keesokan harinya kami tidak kelelahan. Saat agenda pemotretan. sebelumnya aku sudah sadar, apa yang akan direncanakan para senior.
Entah pukul berapa saat kami telah tertidur pulas. sesuai rencana. Kemudian Tanpa kusadari tiba-tiba kedua senior telah menyergapku. Di sekelilingku terasa gelap, hanya terdengar suara-suara ramai tak jelas, lalu kemudian aku digiring turun tangga dengan kesadaran seadanya. Belakangan, aku juga baru sadar  bahwa ternyata sedari tadi sudah ada empat peserta lain menungguku di bawah sana.

Akhirnya, aku dan empat orang temanku dibawa menjauh dari rumah adat bone. Entah sekarang kami berada dimana karena aku sendiri  sama sekali tidak bisa mengamati sekeliling, yang kutahu aku hanya berjalan lurus dengan sedikit sempoyongan. Salah seorang senior menggertak kami. “HEI!! JALAN JONGKOK!! CEPAT!! JANGAN LEMBEK!!! ANAK PERS TIDAK ADA YANG LEMBEK!! Gertakannya  membuat kesadaranku meningkat sekitar 70%, lalu mataku mulai menatap sekitar lebih jelas dari sebelumnya. Belum selesai pandanganku menyapu kira-kanan sambil berjalan jongkok, salah seorang senior kembal imenggertak. “WOI!! TIARAP!! TIARAP!! TIARAP!! Dengan wajah bingung, sambil bertanya-yanya dalam hati, “tiarap? “Diatas kubangan lumpur? Tak sempat berpikir panjang, seorang peserta di depanku sudah melaksanakan perintah, tiarap dalam kubangan lumpur coklat yang cairannya agak kental membuat siapapun trasa enggan menyentuhnya apalagi membenamkan diri kedalamnya. Aku tak punya pilihan selain mengikuti perintah menyusul seperti peserta sebelumnya turut serta bertiarap di kubangan lumpur. Tak puas, para senior kembali menggertak “HEI!! KALIAN!! GULING-GULING!!. What?? Hei..guling-guling? Diatas kubungan lumpur??  Belum sempat  menimbang-nimbang salah seorang teman sudah lebih dulu berguling-guling diatas kubangan lumpur sesuai perintah. Jika di pandang dari jauh, kami seperti kawanan (maaf) babi yang  bermain-main dikubangan lumpur. Perjuangan kami tidak hanya sampai situ, karena beberapa menit berikutnya, kami kembali digiring-tentunya masih dengan berjalan jongkok, menaiki anak tangga kemudian berjalan lurus dan menurun. Kami tak peduli lagi dengan apa yang kami injak, batu kerikil, atau bahkan pecahan kaca sekalipun tak terasa lagi di suasana bergelora seperti ini.

Tibalah kelompokku di pos pertama, kami berbaris rapi menghadap  ke salah seorang senior. Kami menunduk sambil mendengarkan ocehan senior. Terus seperti itu sampai pada pos terakhir, pos yang di hiasi api unggun dengan kehangatan yang menyelimuti kami. Yaa, kami telah sampai pada puncak dari seluruh rangkaian kegiatan selama beberapa hari disini.

Di pos terakhir telah berkumpul semua senior sekaligus panitia yang di pimpin oleh ketua umum lembaga, untuk memberikan pencerahan dan membuat kami terharu dengan beberapa kata yang ia sampaikan. Sungguh, langit pun seakan turut serta meneteskan air mata bahagia atas apa yang baru saja kami lalui.

Hmm.. Begitu banyak hal baru yang kami dapatkan dari DDJM X kali ini. Meskipun harus dibayar mahal, tidak ada yang sia-sia untuk sebuah pengalaman yang begitu berkesan, pelajaran berharga, juga tentang kebersamaan dalam suka dan duka.

2 komentar:

  1. Bener bgt mas ga ad pngalaman yg sia2. Pengalaman selalu memberi warna dlm hdp. Smgat trs mas nulisnya

    BalasHapus